Minggu, 20 Januari 2013

Penyuluhan Hukum di Daerah Perbatasan Negara


Indonesia sebagai negara kepulauan berbatasan dengan 11 (sebelas) negara tetangga, sebaian besar berbatasan laut, karena geografi medan Indonesia yang sebagian besar adalah laut sebagai pemersatu seluruh kepulauan di Nusatara, disamping berbatasan laut dengan beberapa negara, terdapat 3 (tiga) perbatasan darat antara Indonesia dengan negara tetangga, antara lain Malaysia (Serawak dengan Kalimantan Barat, Sabah dengan Kalimantan Timur), Papua New Guenia, dan RDTL.
Satgas Pamtas Yonif Linud  305 Kostrad  di Kalimantan Barat (Kpt Chk Dedu Junedi, S.H.)

Wilayah perbatasan darat khususnya, merupakan wilayah terdepan, gerbang nusantara yang menghubungkan Indonesia dengan negara – negara yang berbatasan darat secara langsung, dengan berbagai latar belakang sosial budaya, adat istiadat, geografi, tatanan administrasi dan ekonomi bisnis yang berkembang didalam dan sekitarnya, maka dari segala aspek tersebut diperlukan seperangkat aturan dan aparat untuk menegakkan aturan, sehingga menciptakan suasana/ kondisi di wilayah perbatasan yang kondusif.
Berbeda wilayah tentu berbeda pula tingkat peradaban, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya, kemampuan memenuhi kebutuhan ekonomi terutama pendidikan di daerah Jawa, sebagai daerah yang padat penduduk, pusat pemerintahan, tidak sama dengan kemampuan memenuhi kebutuhan terutama di bidang ekonomi dan pendidikan di wilayah perbatasan dengan terbatasnya sarana prasarana yang menunjang, namun aturan hukum diberlakukan secara mutlak/ secara nasional, dari Sabang hingga Merauke, sehingga seluruh warga negara Indonesia wajib tahu akan hukum.

Satgas Pamtas Yonif  413 Kostrad  di Kalimantan Timur (Letda Chk Dhion A, S.H.)

Wilayah perbatasan dengan berbagai aktivitasnya, sebagaimana yang disebutkan diatas selain diperlukan aturan hukum, kehadiran aparat untuk juga diperlukan, sebagaimana amanat Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 4 Undang Undang RI Nomor 34 tentang Tentara Nasional Indonesia, bahwa salah satu tugas pokok TNI yang bersifat OMSP, adalah mengamankan wilayah perbatasan, kemudian berdasarkan Pasal 8 huruf b, bahwa tugas pokok TNI-AD menjaga keamanan di wilayah perbatasan darat.

Sebagai Satgas Pamtas, selain melaksanakan patroli patok perbatasan, guna menjamin tidak dilanggarnya patok perbatasan, baik bergeser, hancur, maupun hilang, juga melaksanakan tugas tambahan, yakni menciptakan suasana yang aman dan kondusif diwilayah perbatasan, termasuk membantu tugas pokok aparat dari berbagai instansi yang berada diwilayah perbatasan, yang masih terbatas sumber daya manusianya.
Tugas tambahan tersebut menekankan, bahwa Satgas Pamtas dapat melakukan penangkalan atas terjadinya segala bentuk perbuatan melawan hukum (kejahatan), khususnya apabila pelanggaran/ kejahatan tersebut merupakan kejahatan lintas batas negara, maka kehadiran anggota Satgas Pamtas, sangat membantu fungsi – fungsi penegakan hukum, karena terbatasnya aparat berwenang yang lain, seperti anggota Polri, Imigrasi, Bea Cukai, dsb.
Tugas tambahan tersebut bukan dikonotasikan, bahwa Satgas Pamtas bertindak sewenang – wenang mengambil alih tugas pokok dibidang penegakan hukum aparat yang berwenang, tetapi dalam hal ini Satgas Pamtas hanya berkoordinasi/ membantu aparat yang berwenang untuk menjalankan tugas penegakan hukum.
Bahwa, berdasarkan Pasal 111 ayat (1) KUHAP dan Pasal 102 ayat (1) dan (2) HAP. Mil, menyebutkan setiap orang (termasuk anggota Satgas Pamtas) berhak melakukan penangkapan atas terjadinya suatu perbuatan yang dipandang tertangkap tangan.

Kemudian bila mengacu lagi pada tugas pokok TNI-AD yakni menjaga keamanan di wilayah perbatasan darat, itu artinya Satgas Pamtas mempunyai wewenang penegakan hukum dan pengendalian masyarakat diwilayah perbatasan, sehingga kehidupan dan aktivitas di wilayah perbatasan darat Kalimantan berjalan dengan aman dan kondusif.
Penegakan hukum bukan hanya aparat kepada lingkungan dan masyarakat orang per orangan maupun kelompok, akan tetapi terhadap individu aparat itu sendiri dan pos – pos Pamtas juga diberlakukan hal yang sama, karena intisari hukum positif Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan dalam 10 asas KUHAP adalah kesamaan dimuka hukum, sehingga antara masyarakat sipil dengan aparat tidak ada perbedaan dalam mematuhi segala aturan – aturan hukum.
Kondisi alam, geografi, sarana prasarana fisik, dan logistik dan lain sebagainya, cenderung mempengaruhi psikologis dan cara berpikir seseorang, dalam hal ini aparat akan memandang suatu peristiwa hukum yang berlangsung, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya bentuk – bentuk pelanggaran hukum, baik disiplin maupun pidana, oleh karena itu diperlukan upaya untuk menindaklanjutinya, antara lain yang bersifat preventif dan represif.
Bila berbicara upaya represif, itu artinya penyelesaian permasalahan hukum, bilamana perbuatan melawan hukum itu telah terjadi dan dampak – dampak yang ditimbulkan, bila itu perbuatan disiplin, maka penyelesaiannya secara aturan – aturan hukum disiplin prajurit, bila hal itu berkaitan dengan perbuatan pidana, maka diselesaikan perkara tersebut berdasarkan prosedur peradilan pidana militer, apabila dilakukan bersama antara militer dan sipil, maka akan dilaksanakan ketentuan – ketentuan koneksitas untuk penyelesaian perkara pidana yang terjadi.
Untuk menghindari tindakan represif maka dilakukan upaya – upaya preventif, bukan berarti membiarkan atau menutup mata atas terjadinya tindak pidana yang sedang terjadi, dan salah satu pelakunya atau pelakunya adalah aparat militer, akan tetapi berupa suatu upaya bagaimana mencegah perbuatan melawan hukum atau kejahatan itu terjadi.
Pembekalan hukum terhadap seluruh anggota Satgas Pamtas, salah satu cara untuk menghindari perbuatan melawan hukum / kejahatan tersebut, seperti pendistribusian ROE pocket card bagi seluruh anggota Satgas Pamtas sebagai pedoman bertindak kegiatan selama kegiatan Pamtas dan kompilasi tindak pidana, yang memuat segala bentuk tindak pidana – tindak pidana yang cenderung terjadi di wilayah perbatasan darat RI – Malaysia, serta protap kegiatan.
Hal berikutnya yang tidak kalah pentingnya guna mencegah dan meminimalisir pelanggaran hukum yang dilaksanakan oleh anggota Satgas Pamtas, adalah kegiatan penyuluhan hukum (Luhkum) keseluruh pos jajaran Satgas Pamtas .

Bahwa tugas pokok Pakum Satgas Pamtas, antara lain :

1.         Bantuan Hukum. Hal ini dilaksanakan manakala anggota Satgas Pamtas, melakukan perbuatan melawan hukum / kejahatan berupa pelanggaran pidana, dan butuh penyelesaian perkara tersebut di pengadilan yang berwenang.

2.         Dukungan Hukum. Salah satu fungsi yag dilaksanakan yakni memberikan penyuluhan hukum kepada setiap anggota Satgas Pamtas, baik bertujuan untuk melaksanakan kegiatan pamtas yang ada kaitannya dengan permasalahan hukum / penegakan hukum, maupun untuk memberikan penyegaran guna menghindari pelanggaran hukum oleh prajurit.

Kegiatan penyuluhan hukum dilaksanakan baik ditingkat Kout maupun di pos – pos perbatasan, dengan catatan pos – pos perbatasan yang masih mampu dijangkau, mengingat medan/ geografi, lokasi pos yang sangat terbatas untuk dijangkau, dengan pertimbangan sarana prasarana, waktu, biaya, dan dukungan komando atas guna pelaksanaan kegiatan penyuluhan hukum diseluruh pos – pos perbatasan.

Kegiatan penyuluhan hukum atau luhkum, dalam pelaksanaannya guna menghemat waktu dan sarana prasarana, pelaksanaanya terkadang disertai dengan kegiatan lainnya, seperti pendorongan logistik yang dilaksanakan oleh masing – masing Baminlog Kipur, pada saat jadwal yang telah ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan dorlog (pendorongan logistik).
Kegiatan penyuluhan hukum ke pos – pos perbatasan dilaksanakan dengan berbagai sarana prasarana yang tersedia dengan dihadapkan kondisi pos yang juga terbatas, seperti listrik, sehingga pada saat melaksanakan kegiatan luhkum tidak dapat mengaktualisasikan secara maksimal, dengan slide – slide yang berkaitan dengan penyuluhan hukum.
Namun demikian dengan segala keterbatasan, tidak membuat nilai materi luhkum dikurangi/ dipangkas, akan tetapi makna/ intisari dari suatu materi luhkum tersebut dapat disampaikan secara tuntas, aktual, tepat, dan akuntabel kepada sasaran luhkum tersebut, dalam kegiatan luhkum yang utama dan penting adalah makna materi luhkum yang disampaikan, bukan penjabaran yang panjang lebar, sehingga membuat sasaran luhkum tidak mencerna dan mengerti fokus/ topik dalam materi luhkum.
Mengapa kegiatan luhkum dilaksanakan dengan demikian, karena kegiatan luhkum bukanlah kegiatan yang bersifat ajar mengajar seperti yang dilaksanakan dibangku kuliah, akan tetapi kegiatan luhkum merupakan kegiatan edukatif yang memberikan pesan – pesan/ makna dari sebuah aturan hukum yang diulas dalam materi luhkum tersebut.
Adapun materi – materi yang diulas dalam kegiatan penyuluhan hukum, yang sifat dan topiknya ada sangkut pautnya langsung atas kegiatan pamtas, seperti :
1.            Administrasi keimigrasian dan pelintas batas.
2.         Kepabeanan, berkaitan dengan prosedur perdagangan internasional, dokumen – dokumen yang harus dipenuhi atas barang ekspor – impor, seperti pendistribusian pupuk, hewan, dan sembako.
3.         Illegal logging.
4.         Asusila.
5.         Kharakteristik hukum pidana, baik hukum pidana umum maupun pidana khusus.
6.         Tindak pidana militer yang menonjol.
7.         Penerapan ROE.



Materi – materi lain yang sangkut pautnya tidak langsung juga diberikan seperti KDRT, karena diharapkan pada saat pulang penugasan nanti, tidak ada anggota Satgas Pamtas  yang melampiaskan kekesalannya maupun kelelahannya selama dimedan penugasan terhadap anggota keluarganya.
Meski dihadapkan segala keterbatasan yang ada, kegiatan luhkum terus dilaksanakan keseluruh jajaran, pos – pos perbatasan, kalaupun hal itu tidak dapat dilaksanakan secara langsung, maka kegiata luhkum akan disampaikan pada saat kegiatan apel pagi yang disampaikan secara langsung oleh Pakum Satgas Pamtas, selain melalui apel pagi, juga disampaikan secara tertulis materi – materi kegiatan luhkum yang diikut sertakan dalam kegiatan dorlog untuk pos – pos yang tidak dapt dijangkau.

Dengan adanya kegiatan luhkum, diharapkan anggota Satgas dapat menyampaikan kepada masyarakat disekitar tanggungjawabnya mengenai materi – materi hukum secara sederhana, tetapi tidak melenceng dari makna materi hukum, sehingga dapat meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat diwilayah perbatasan, guna menciptakan kondisi yang aman diwilayah perbatasan, karena wilayah yang aman adalah wilayah yang minim tingkat penindakan atas suatu pelanggaran hukumnya, bukan wilayah yang aparatnya sering melakukan penindakan atas terjadinya pelanggaran hukum.
Dengan demikian kegiatan luhkum, merupakan bentuk upaya secara preventif guna menghindari dan meminimalisir pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit serta guna mendukung satuan bila menghadapi suatu permasalahan hukum selama melaksanakan kegiatan pamtas serta meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat diwilayah perbatasan darat RI – Malaysia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar